Kegiatan yang menyerupai kegiatan Bapas
sekarang ini telah ada sejak tahun 1927 pada masa penjajahan Belanda yang
dilaksanakan oleh suatu badan yang disebut ”Reclassering”. Badan ini tidak
berdiri sendiri namun menjadi satu dengan jawatan kepenjaraan yang disebut
”Diesntvoor de Reclassering”, yang mengkoordinir Reclassering di kota-kota
besar di Indonesia seperti Surabaya, Jogja, Medan dan Bandung.
Usaha pengembangan kegiatan Reclassering yang
telah ada tersebut pelaksanaannya kurang efektif karena kegiatannya hanya
ditujukan pada orang-orang Belanda dan peranakan Belanda saja. Hal ini
disebabkan sangat sulit mencari tenaga pelaksana dan mahalnya biaya
operasional, maka kegiatan Reclassering
ini semakin tersendat-sendat dan akhirnya tidak ada sama sekali.
Pada tahun 1964
diadakan musyawarah Dinas Kepenjaraan se-Indonesia di Lembang Bandung, yang merekomendasikan sistem kepenjaraan
diubah menjadi system pemasyarakatan.
Dalam sistem pemasyarakatan digunakan metode pendekatan baru yang
menempatkan terpidana sebagai manusia yang harus tetap dihargai harkat dan
martabatnya sesuai dengan falsafah Pancasila. Perlakuan terhadap narapidana
ditujukan untuk melahirkan sikap sadar, insaf dan tertib dalam hidup
bermasyarakat. Pembinaan yang dilaksanakan terhadap narapidana tidak cukup
diberikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan saja tetapi juga diperlukan pembinaan
di luar Lembaga Pemasyarakatan, maka lahirlah Keputusan Presiden Kabinet Ampera
tanggal 3 Nopember Nomor 75/4/Kep/11/1966 tentang Struktur Organisasi dan
Pembagian Tugas Departemen yang didalamnya terdapat Direktorat Balai BISPA (Bimbingan dan Pengentasan Anak ) yang
berada dibawah Direktorat Tuna Warga.
Perkembangan
selanjutnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. JH. 4/6/13
tanggal 17 April 1967 dibentuk Inspeksi Bispa wilayah yang meliputi Jakarta,
Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kegiatan Balai BISPA semakin lama semakin
menunjukkan eksistensinya maka untuk mengatur kegiatan dan tata kerja Balai
BISPA lahirlah keputusan Menteri Kehakiman RI No. 02.PR.07.03 tahun 1987 yang
mengatur tentang organisasi dan tata kerja Balai BISPA.Pada tahun 1997 terjadi
perubahan nama menjadi Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang ditetapkan oleh Surat
Keputusan Menteri Kehakiman RI N0. M.01.PR.07.03 tanggal 12 Februari 1997 yang
disusul oleh Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No. E.PR.07.03.17 tanggal 7
Maret 1997 tentang Perubahan Nomenklatur Balai BISPA menjadi BAPAS.
BAPAS Bojonegoro sejatinya sudah terbentuk dengan nama kantor Balai Bimbingan
Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Balai Bispa) pada bulan Juli tahun 1973. Badan ini pada mulanya tidak berdiri
sendiri namun menjadi satu di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. Barulah pada masa kepemimpinan Drs.
SOENAWAR (1979 – 1982) memiliki kantor sendiri di Jalan Basuki Racmad
Bojonegoro. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI N0.
M.01.PR.07.03 dan Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No. E.PR.07.03.17 tanggal
7 Maret 1997 tentang Perubahan Nomenklatur Balai BISPA menjadi BAPAS Klas II Bojonegoro.
Seiring dengan perkembangan zaman Kantor Balai
Pemasyarakatan Klas II Bojonegoro juga direnovasi/ dipugar secara menyeluruh
pada tahun 2000, dari gedung yang hanya berlantai 1 (satu) menjadi gedung
berlantai 2 (dua). Pada tahun 2007 tepatnya bulan Desember, Kota Bojonegoro
terjadi bencana banjir besar yang berdampak serius pada fisik gedung kantor
BAPAS Klas II Bojonegoro. Banyak kerusakan baik dalam maupun luar,
barang-barang yang ada di lantai 1 (satu). Selanjutnya BAPAS Bojonegoro secara
terus menerus dan bertahap melakukan perawatan dan perbaikan-perbaikan/ renovasi
pada bagian-bagian yang rusak serta memperindah fisik gedung sesuai dengan
gerakan Indonesia BerSeRI dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan pelayanan
dan menciptakan suasana linkungan yang bersih dan sehat.
Balai
Pamasyarakatan (BAPAS) Bojonegoro adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang termasuk dalam Jajaran
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Bojonegoro
didalam Struktur Organisasinya
terdiri dari Kepala Kantor, Urusan Tata Usaha, Sub Seksi (Subsi) Bimbingan Klien Dewasa
dan Sub Seksi (Subsi) Bimbingan
Klien Anak. Balai Pemasyarakatan
Klas II Bojonegoro
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Cq. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor M.05.PR.07.10
tahun 1984 yang pada dasarnya melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia khusus di Bidang Pemasyarakatan terutama
melakukan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS), Pembimbingan Narapidana/Anak
Didik, Mendampingi Persidangan Anak, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI.
Dalam tugas sehari-harinya Bapas Bojonegoro
melaksanakan tugas fasilitatif dan
substantif, secara fasilitatif menjadi tanggungjawab bidang tata usaha
sedangkan secara substantif/ teknis menjadi tanggungjawab Subsi Bimbingan Klien Anak (BKA) dan Subsi Bimbingan Klien Dewasa (BKD) yang personil didalamnya terdiri dari
tenaga tehnis Pemasyarakatan atau Pembimbing Kemasyarakatan (PK).
Syukur Alhamdulillah sampai saat ini kami masih
dapat melaksanakan tugas dengan baik meskipun masih kurang ideal karena antara
rasio jumlah petugas, sarana dan prasarana serta beban kerja yang sangat tinggi
tidaklah sebanding. Namun secara kuantitas pekerjaan/ tugas substantif dapat dilaksanakan
secara optimal.
No comments:
Post a Comment